11 Desember 2024

Indotimpost

Berita Lokal Terpercaya

Sistem Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan Belum Terwujud di Kejaksaan Bone, 7 Tahun berkas perkara Hanya Bolak – Balik

INDOTIMPOST.COM | Bone – LSM INAKOR SULSEL Menyoroti Kinerja penyidik Polres Bone dan Kejaksaan Negeri Watampone karena sampai saat ini belum juga merampungkan berkas perkara Kasus pemalsuan cap jempol dan penggelapan Sertifikat Program Nasional Agraria (PRONA) yang diduga dilakukan oleh Sekertaris Desa Nagauleng, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Bone inisial NL .

Diketahui NL telah ditetapkan sebagai tersangka penyidik Polres Bone sejak tgl,04 Juli tahun 2018 sesuai pasal

263 ayat(1),(2)KUHpidana atau pasal 372 KUH pidana atau pasal. 406 ayat(1) KUH pindana. tentang pemalsuan dengan ancaman hukuman maksimal 6 Tahun penjara.

Seperti diketahui, kasus ini dilaporkan sejak tahun 2016 surat laporan nomor : STTPL/26/X/2016/Sulsel/Res Bone/Sek Cenrana Kasus ini bermula saat H. Mappa melakukan pengurusan prona sertifikat tanah gratis di Kantor Desa Nagauleng.

H. Mappa termasuk dalam peserta prona, dimana dirinya melakukan pembayaran sebesar Rp 350.000 untuk sertifikat tanah tersebut, namun sampai saat ini sertipikat tanah yang disertifikasi oleh BPN tidak kunjung diberikan oleh pihak Kepala Desa Nagauleng. )padahal berdasarkan berita acara peyerahan sertipakat dengan No 1012a/BA.73-08/XI /2011 pihak BPN sudah menyerahkan sertipikat prona 100 paket ke kepala desa sebagai penanggung jawab atas peserta prona Pada saat itu untuk dibagikan.

Dalam kasus ini, telah ditetapkan satu tersangka yakni Sekertaris Desa Nagauleng (NR ) yang terbukti melakukan pemalsuan cap jempol bukti pengambilan pada sertifikat tanah milik H. Mappa.

Asri selaku ketua LSM INAKOR SULSEL mengharapkan Bapak kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Bapak wakil Kejati Sulsel memberikan atensi terkait perkara ini dan melakukan supervisi serta mengevaluasi Jaksa yang menagani kasus ini ,demi tegaknya sebuah keadilan bagi seluruh masyarakat yang berusaha mencari keadilan,” ucapnya saat ditemui disalah satu warkop yang ada perintis kemerdekaan, Selasa (05/12/2023).

Baca Juga : 7 Tahun Berkas Belum Lengkap, Polres Bone Dinilai Tidak Serius Menangani Kasus

“Kami nilai proses penanganan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Bone sangat mencederai rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia,” imbuhnya.

Sesuai petunjuk jaksa penuntut umum penyidik belum menemukan opzet atau kesengajaan yang tercermin dari niat jahat atau mens rea.

Berdasarkan Hasil putusan praperadilan dengan nomor: 2/Pid.Pra/2022/PN WTP. “berdasarkan Amar putusan, Hakim berpendapat bahwa niat jahat atau mens rea ada pada subjektifitas atau sikap batin dari tersangka dan itu hanya dapat dibuktikan pada pokok perkara di persidangan pengadilan bukan pada tahap penyidikan”.

Jadi petunjuk jaksa penuntut umum tentang keharusan penyidik untuk memenuhi niat jahat atau mens rea dari tersangka adalah alasan yang tidak berdasarkan hukum.

Ia menambahkan, bahwa atas permasalahan tersebut pada tanggal 16 juni 2023 dia sudah berdialog dengan Kejaksaan Tinggi Sulsel melalui dialog interaktif pada acara Jaksa

Menyapa Program Suara Publik RRI Nusantara 4 Makassar frekuensi 94,4 FM di jalan Riburane No 3 Kota Makassar.

Dialoag tersebut mengangkat tema “Apakah Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan Sudah Terwujud di Indonesia?”.

Dalam kesempatan itu Asri berdialog dengan Wakajati Sulsel, Zet Tadung Allo yang merupakan salah satu Narasumber dalam acara tersebut.

Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, Zet Tadung Allo mengatakan Peradilan sederhana merupakan pemeriksaan dan penyelesaian perkara yang dilakukan dengan acara yang efisien dan efektif. Dimana Asas ini menjelaskan bahwa proses peradilan dalam menegakkan hukum dan keadilan seharusnya tidak berbelit-belit dan tidak terlalu lama yang berkenaan dengan asas selanjutnya yaitu Peradilan cepat.

Misalnya dalam menangani perkara sering terjadi mekanisme bolak balik berkas perkara yang tentunya memakan waktu yang sangat lama, biaya yang tinggi dan tentunya merugikan korban serta tersangka/terdakwa dalam proses percepatan penanganan perkara yang bermuara dalam mencari keadilan, kepastian dan kemanfaatan,” kata Zet Tadung Allo dalam dialog tersebut.

Penegak hukum terhadap asas sederhana, cepat dan biaya ringan saja, namun dari itu semua adalah nurani penegak hukum, pencari keadilan, penguasa, legislatif dan sistem yang membingkai institusi peradilan juga menjadi faktor dominan. “Semua faktor tersebut jika dapat dimaksimalkan, bukan tidak mungkin sistem peradilan pidana kita akan lebih baik lagi dan akan menciptakan peradilan yang bersih, jujur, objektif dan adil,” ujarnya

“Kami dari LSM Inakor Sulsel mengharapkan Bapak Kejati dan Wakajati Sulsel memberikan atensi dalam perkara ini mengingat sudah 6 tahun ditetapkan tersangka namun berkas perkara hanya bolak-balik namun belum P-21,” harap Asri.