5 November 2024

Indotimpost

Berita Lokal Terpercaya

Rela Bayar Hingga Belasan Juta, Masyarakat Wotok Berani Melawan Hukum Merusak Hutan Lindung RTK 101 Pota, APH Jangan Pura-pura Buta!

INDOTIMPOST.COM | Matim – Aksi perambahan hutan dilakukan oleh sejumlah masyarakat Wotok di Pogol dalam kawasan hutan lindung RTK 101 Pota diduga dimotori oleh oknum berinisial S warga Desa Golo Lijun, Kecamatan Elar.

Hal ini mencuat ketika salah satu Masyarakat Wotok yang diduga merupakan pelaku perambah kawasan hutan Lindung RTK 101 Pota yang berlokasi di Pogol membeberkan kepada media ini bahwa mereka memberikan sejumlah uang kepada oknum S untuk memperluas kawasan hutan garapan masyarakat Wotok dengan bersurat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Kami memberi sejumlah uang dengan nominal yang variatif, ada yang Rp. 500.000 bahkan lebih dari itu. Dengan total semuanya sebesar Rp. 16.175.000”, ungkap salah satu masyarakat Wotok saat ditemui di Kantor Kecamatan Sambi Rampas. Kamis, (03/10/2024).

KLHK Menolak Permohonan Masyarakat Wotok

Berdasarkan surat balasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat memutuskan bahwa permohonan bantuan penyelesaian konflik agraria di Wotok, Desa Nanga Mbaling, Kec. Sambi Rampas belum memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana diatur dalam Permen. KLHK Nomor 84 tahun 2015 tentang Penanganan Konflik Tenurial Kawasan Hutan.

“Pengaduan yang disampaikan belum memenuhi kelengkapan persyaratan. Kami mohon disampaikan beberapa hal, antara lain: penjelasan lebih detail terkait permasalahan dan kronologi konflik, penyampaian peta lokasi yang diadukan dan ditanda tangai oleh pengadu, data pendukung lainnya seperti bukti penguasaan lahan,”  demikian bunyi surat balasan dari KLHK.

Masyarakat Wotok Diduga Melawan Hukum

Masyarakat Wotok berani melawan Hukum dengan melakukan aksi perambahan dan penrusakan hutan lindung hingga mengeluarkan iuran uang dalam upaya penyelesaian konflik agraria tersebut. Bahkan Masyarakat Wotok masih melakukan aksi perambahan dan pengrusakan hutan Pogol hingga saat ini.

Sahril Juma, selaku Tua Teno membeberkan bahwa memang pada masa-masa kampanye pemilihan legislatif ada oknum Caleg yang menjanjikan agar memperjuangkan pemindahan tapal batas hutan lindung kepada masyarakat Wotok.

“Sebelum pemilihan legislatif ada caleg berinisial J dan wartawan berinisial S berjanji memperjuangkan pemindahan tapal batas dengan bersurat kepada Presiden Joko Widodo. Dan, jika perjuangannya tidak berhasil maka uang iuran tersebut dikembalikan lagi ke Masyarakat Wotok,” terang Sahril Juma (25/09/2024)

Aksi Perambahan Hutan Lindung: Mendapat Sorotan Pemuda Waekool

Menurut informasi yang dihimpun oleh media, aksi perambahan hutan oleh sebagian masyarakat Wotok bukan barang baru, sudah pernah terjadi aksi serupa.

Pemuda Waekool, Dedi Saribani kepada media ini pada tanggal 25 September 2024 lalu ia menceritakan bahwa aksi serupa pernah terjadi sebelumnya dibeberapa titik.

“Aksi perambahan hutan ini sebelumnya terjadi di Lengko Ri’i, Tana Mbora , Golo Kalo dan yang baru-baru terjadi di Hutan Pogol,” jelas Dedi

Lanjut Dedi menambahkan, bahwa masyarakat pada umumnya di sana menyatakan kasus di Wotok ada hubungan dengan UPTD KPH Manggarai Timur yang tidak tegas menyikapi para pelaku perambahan dan penrusakan hutan.

“Selama ini, petugas kehutanan datang setelah mereka pulang masyarakat kerja lagi. Bahkan, kasus Tana Mbora, petugas kehutanan datang melarang bahkan sampai pondok masyarakat dibongkar semua. Akan tetapi, ketika petugas kehutanan pulang, masyarakat kembali garap lagi,” Ungkap Dedi.

Masyarakat Wotok Kembali Membuat Penyataan Untuk Kedua Kalinya.

Terakhir, Bertempat di ruangan Kantor Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), puluhan Masyarakat Wotok yang diduga pelaku perambahan dan penrusakan hutan pogol kawasan hutan lindung Pota RTK 101 menandatangani pernyataan sikap bermaterai untuk tidak lagi melakukan aksi perambahan hutan. Kamis, 03 Oktober 2024.

Diketahui ternyata ini kali keduanya Masyarakat Wotok membuat pernyataan sikap. Sebelumnya, masyarakat Wotok pernah membuat pernyataan sikap serupa untuk tidak melakukan aksi perambahan hutan di Pogol kawasan hutan lindung RTK 101 Pota pada 28 Juni 2023.

Doc. Perambahan kawasan hutan lindung RTK 101 Wo

Adapun bunyi pernyataan sikap bermaterai yang ditandatangani oleh masing-masing masyarakat Wotok yang diduga pelaku perambah adalah sebagai berikut:

1. Tidak mengulangi lagi perbuatan merambah dalam kawasan hutan Pota RTK 101 Kecamatan Sambi Rampas.

2. Tidak melakukan pembakaran lahan yang sudah ditebang/dirambah.

3. Tidak mengambil kayu dari lahan/lokasi yang digarap untuk kepentingan apapun.

4. Melepaskan lahan dan isinya dari lahan garapan yang ada dalam kawasan hutan lindung. Apabila diulangi lagi, maka saya siap diproses sesui dengan ketentuan UU No. 41 tahun 1999 tetentan Kehutanan (pasal 50) dan UU No. 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan (pasal 12).

Langkah UPTD KPH Matim Bersama Kecamatan Sambi Rampas Dinilai Tidak Serius

Menanggapi langkah mediasi pelaku perambahan dan penrusakan hutan Pogol di dalam kawasan hutan lindung RTK 101 Pota oleh UPTD KPH Manggarai Timur dan Pihak Kecamatan Sambi Rampas, Dedi Saribani menegaskan bahwa hal tersebut tidak memberi efek jera bagi pelaku dan kepastian hukum yang jelas.

Pasalnya para pelaku perambah hutan sudah kali kedua melakukan pelanggaran dan dibuatkan pernyataan yang sama, namun hal itu masih berani melawan hukum dengan terus melakukan perambahan hutan lindung.

“Langkah pemerintah kami nilai tidak tegas terkesan membiarkan para pelaku untuk terus melakukan aksi perambahan hutan lindung. Kami memberi kartu merah kepada Pemerintah Manggarai Timur melalui UPTD KPH Manggarai Timur” tegas Dedi dalam keterangan tertulisnya. Selasa, 08/10/2024.

Ia juga merasa geram dan menekankan Aparat Penegak Hukum (APH) jangan pura-pura buta dengan fakta yang terjadi.

“Negara ini bukan negara kekuasaan, akan tetapi negara hukum. Tegakan supremasi hukum tanpa pandang buluh. Para pelaku perambah hutan lindung harus dihukum seberat-beratnya,” tutupnya (latif/red)