INDOTIMPOST.COM | Opini – Parade kaum tertindas adalah bentuk perlawanan dari kelompok-kelompok yang terpinggirkan oleh sistem politik, ekonomi, ras, dan gender.
Mereka mewakili perjuangan untuk hak-hak dasar yang sering diabaikan. Salah satu simbol ketidakadilan di Indonesia adalah aksi buruh pada Hari Buruh Internasional dan protes perempuan untuk kesetaraan gender.
Selama bertahun-tahun, musik telah menjadi alat penting bagi kelompok tertindas untuk mengekspresikan kemarahan dan harapan mereka.
Musik memberi suara kepada mereka yang tidak memiliki kekuatan politik, dan selama parade, lagu-lagu protes menciptakan suasana yang dinamis yang menyatukan peserta dan mendorong mereka untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
Dalam konteks ini, kata “mereka” mengacu pada suatu kelompok yang merasa termarjinalkan, tidak diberikan kebebasan untuk berbicara secara bebas, dan dikungkung oleh peraturan birokrasi yang berlaku, sehingga kelompok tersebut menggunakan berbagai cara untuk menyuarakan kemarahan dan keresahannya.
Parade kaum tertindas dan musik saling melengkapi sebagai alat untuk mendorong empati, pemahaman, dan perubahan sosial yang lebih besar. Selain itu, mereka memiliki tujuan tersembunyi untuk mendidik masyarakat tentang kondisi yang dihadapi oleh kelompok tertindas dan membuka diskusi tentang perubahan yang diperlukan.
Melodi dalam perjuangan banyak musisi Indonesia, termasuk Iwan Fals, Band Feast, dan Efek Rumah Kaca, menggunakan musik sebagai alat untuk menyatakan ketidakpuasan mereka terhadap masalah sosial dan politik.
Lagu-lagu mereka tidak hanya menghibur, tetapi juga mendorong pendengar untuk berpikir dan bertindak, membantu kelompok yang terpinggirkan mendapatkan suara.
Musik adalah cara yang kuat untuk berkomunikasi dengan orang lain selain sekadar hiburan.
Musik adalah alat yang efektif untuk menyuarakan perlawanan, protes, dan aspirasi karena memungkinkan orang untuk menyampaikan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Oleh karena itu, musik memiliki kemampuan untuk menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang dalam semangat yang sama, memupuk rasa ikatan dalam perjuangan untuk keadilan dan perubahan sosial.
Sebagai salah satu sarana alternatif, musik memiliki kemampuan untuk menstimulasi emosi. Lagu-lagu protes sering kali menyampaikan rasa marah, harapan, dan frustrasi yang dirasakan banyak orang. Karena kekuatan emosionalnya, musik memiliki kemampuan untuk meningkatkan kesadaran sosial dan mendorong solidaritas di antara pendengar, memberi suara kepada mereka yang tidak memiliki cara lain untuk berbicara.
Musik menjadi alat untuk menghubungkan kaum tertindas dengan masyarakat luas selama parade. Ketika parade menyanyikan lagu protes, mereka tidak hanya menyampaikan pesan tentang ketidakadilan, tetapi juga mendorong orang lain untuk berjuang. Parade dan musik memberikan impuls yang kuat untuk perubahan, dan keduanya bekerja sama untuk melawan penindasan.
Dikenal sebagai filsuf, teoretikus politik, dan aktivis Italia, Gramci terkenal karena gagasan hegemoni budayanya. Gagasan ini secara tidak langsung memberikan pemahaman penting tentang bagaimana kekuasaan dapat bertahan dalam masyarakat.
Mereka jelas berfungsi sebagai perlawanan terhadap hegemoni budaya yang sering menganggap penindasan sebagai sesuatu yang wajar, seperti yang terlihat dalam parade kaum tertindas. Kelompok yang berkuasa biasanya membuat narasi dominan untuk mempertahankan posisi mereka dan menghalangi suara kelompok yang terpinggirkan.
Musik Berbicara untuk Kita
Secara keseluruhan, musik menyediakan bahasa simbolik yang dapat digunakan oleh semua orang. Lagu dapat menyampaikan pesan yang mendalam tanpa membutuhkan banyak penjelasan, dan musik menjadi alat perlawanan yang efektif di seluruh dunia melalui emosi dan ritme. Musik tidak hanya merupakan hiburan, tetapi juga merupakan alat yang kuat untuk menyuarakan ketidakpuasan dan mendorong perubahan dalam masyarakat.
Musik dapat secara efektif menyampaikan pesan sosial. Lirik yang kuat dapat mengungkapkan perasaan seperti kemarahan, kesedihan, atau harapan, yang membuat banyak orang merasa terwakili dalam musik.
Misalnya, lirik lagu Iwan Fals “Bongkar” dengan tegas menyerukan perubahan terhadap sistem yang tidak adil dan korup serta mengungkapkan kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat. Melalui gaya bercerita yang lugas dan emosional, Iwan Fals mengajak pendengar untuk menyadari realitas sosial dan berani bersuara untuk hak-hak mereka.
Selain itu, dalam lagu band Feast “Peradaban”, yang menggambarkan rasa sakit yang ditimbulkan oleh keadaan masyarakat yang terjebak dalam penindasan dan ketidakadilan. Feast menggunakan bahasa yang puitis untuk mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap perubahan nilai yang semakin individualistis dan materialistis.
Lagu ini mengajak pendengar untuk mempertimbangkan keadaan sosial dan peran individu dalam mengubah dunia. Kita dapat melihat bagaimana lirik musik dapat menjadi kritik yang kuat terhadap kebijakan pemerintah dan menyuarakan harapan bagi masyarakat melalui kedua lagu ini.
Musik memberikan suara bagi mereka yang terpinggirkan melalui lirik yang tajam dan melodi yang penuh semangat. Ini memberikan harapan dan kekuatan untuk melawan penindasan.
Musik saat parade kaum tertindas menciptakan ruang bagi orang-orang dari berbagai latar belakang untuk bersatu untuk satu tujuan. Keduanya mendorong kita untuk bertindak selain mendengarkan. Setiap suara dan gerakan dalam parade membawa panggilan untuk memahami dan memperjuangkan hak-hak mereka yang tidak terdengar.
Sehingga kita tidak hanya menjadi saksi tetapi juga penggerak dalam perjuangan yang tak kunjung padam, mari kita dukung gerakan ini dan menggunakan kekuatan musik untuk menyuarakan keadilan dan kesetaraan.
Penulis : Muhammad Iqbal, Mahasiswa Magister Ilmu Antropologi Universitas Hasanuddin
Berita Terkait
Seorang Wanita Di Duga Anggota DPR Mendapat Sorotan Cara BerpakaianTerkesan Tidak Sopan
DPD Lembaga Pemantik Takalar Berharap Keseriusan Terkait Penanganan Kasus BUM Desa
Pengurus BRNR-MBG Se Kabupaten Takalar Gelar Pengukuhan dan Penyerahan SK