INDOTIMPOST.COM | Opini – Bagaikan dua sisi mata uang koin, ia berbeda tapi satu entitas, akal secara rasional mampu mengklasifikasikan masing-masing sisinya. Dalam kasus uang palsu yang terjadi di UIN Aluaddin, kita mesti melihat Hamdan Juhannis seperti dua sisi mata uang koin tadi, sisi satu ia sebagai Hamdan Juhannis (secara pribadi, tak terbagi, manusia biasa, makhluk ciptaan yg terikat dgn sunnatullah (hukum alam) dan dalam prinsip logika aristotelian ia terikat dgn “Law of identity”) yang memiliki banyak ketertabatasan, sisi yang kedua yakni Hamdan Juhannis sebagai/selaku Rektor UIN Alauddin, pejabat publik yang mengemban amanah untuk kemaslahatan, kemanusiaan, untuk peradaban dan ilmu pengetahuan dengan dukungan sistem dan sumber daya manusia.
Desakan pertanggung jawaban kepada Hamdan Juhannis bukan pada sisi pribadinya tapi pada sisinya yang lain, selaku Rektor UINAM seperti bunyi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; “Rektor bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengembangan institusi” kemudian penegasan dalam PP No.47 Tahun 2017 tentang Pendidikan Tinggi; “Rektor bertanggung jawab atas kegiatan akademik dan non-akademik”.
Dalam Kasus “uang palsu” ini Rektor harus bertanggung jawab dan bentuk tanggung jawab itu tidak cukup atau sama harganya hanya dengan “Mundur Sebagai Rektor” kata Prof. Qasim Mathar. Tetapi itu sikap kesatria, “Pemimpin Sejati”, seperti kata Rektor sendiri dalam beberapa pidatonya menyerukan untuk menanamkan “Taro Ada’ Taro Gau” kalau Rektor berkata malu dan tertampar, maka bersikaplah seperti seorang pemimpin, akui itu sebagai kesalahan dan kelalaian selaku Rektor.
Jika tidak, semuanya akan berakhir sama, Pidato rektor itu tidak berguna untuk membangun karakter yang baik untuk siapapun (isi pidatonya; org indoneisa itu lain yang ia cerita lainpula yang dikerjakan, maka penting untuk menanamkan dalam diri “apa yang kita katakan itupula yang dikerjakan”, sebelum itu ia menceritakan seperti apa itu org india dan jepan).
Kalau aktivitas mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan dibatasi dgn pemberlakuan aturan/pelarangan aktivitas malam, mengapa mesin percetakan sebesar itu bisa masuk tanpa sepengetahuan Rektor ? Hal sekecil apapun dalam institusi, haram hukumnya pimpinan institusi untuk tidak mengetahuinya.
Mahasiswa/Organisasi kemahasiswaan saja Rektor atur sebegitu ketatnya bahkan sampai lokasi untuk merokok dan cara menyampaikan aspirasi, Rektor tak segang memberikan sanksi skorsing kepada mahasiswa yang melakukan aksi penolakan (sementara 31 org mahasiswa menerima surat cinta dan yg lainnya telah menerima intimidasi dan represi tertentu dari kaki tangan rektor), Kemana para keamanan itu (yang senang menghadang dan memukul mahasiswa) ketika mesin percetakan uang palsu itu dibawa keperpustakaan saat malam hari (menurut kapolres gowa, mesin itu tdk mampu diangkat oleh personilnya yg berjumlah belasan orang, artinya barang itu pasti mengundang keramaian) tapi sekali lagi apakah tidak ada laporan yang sampai ke telinga Hamdan Juhannis selaku rektor ?
Pimpinan UINAM itu senang mengadakan Rapim (Rapat Pimpinan) banyak hasil dari Rapim tersebut meskipun tidak semuanya buruk, ada banyak yang harus kita akui dan patut diapresiasi, tapi tidak dgn upaya mencampuri/mengintervensi Lembaga Kemahasiswa serta berniat membunuh proses-proses Demokrasi Mahasiswa melalui Surat Edaran dan Aturan-aturan lainnya. Apakah tidak ada pembahasan terkait keamanan dan aktivitas-aktivitas mencurigakan di dalam kampus ? Jika tidak, itu berarti Rektor lalai dgn fungsi pengawasan dan tanggung jawabnya.
Sekali lagi, desakan itu bukan untuk hamdan secara pribadi tapi selaku rektor, bukan pula menginginkan hamdan untuk ditersangkakan, tidak sama sekali. ini bukan omongĀ², ada banyak pertanyaan dalam benak publik UINAM dan Rektor mesti siap menerimanya, bukan menampiknya dengan bahasa-bahasa yang tidak mencerminkan Ia sebagai orang nomor 1 di UIN alauddin begitupun dengan para pembelanya. Ini demi mengembalikan nama baik UIN Alauddin, mengembalikan kepercayaan Publik/Masyarakat luas terhadap UIN Alauddin yang mulia dgn peradabannya.
Muh. Nur Ardiansyah
(Alumni FDK UINAM)
Berita Terkait
2025 ; Sebuah Harapan, Cita dan Cinta oleh Zul Jalali Wal Ikram
Pesta Demokrasi Pilkada Tidak Lama Lagi, Mirwan.SH : Kedaulatan Berada di Tangan Rakyat
Parade Kaum Tertindas, Nyayian Dalam Bungkusan Perlawanan