INDOTIMPOST.COM | Buru – Demonstrasi yang digelar oleh Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Bupolo di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, pada Jumat, 6 Desember 2024, berakhir ricuh.
Aksi yang bertujuan menuntut transparansi dan keadilan dalam proses pemilu itu diwarnai dugaan penganiayaan terhadap peserta aksi oleh aparat kepolisian.
Aliansi ini menuding Ketua KPU Kabupaten Buru, Walid Azis, tidak netral, dengan indikasi kecurangan berupa pemungutan suara ganda serta intervensi aparat kepolisian yang diduga mengambil kotak suara secara paksa sebelum pleno di tingkat Kecamatan selesai.
Baca juga: Asosiasi Pedagang Lokal Sesali Pemerintah Membiarkan Ritel Moderen Beroperasi tak Miliki Izin.
Kronologi Kejadian
Aksi damai mulai sekitar pukul 17.00 WIT itu diikuti oleh sekitar 50 orang dari elemen mahasiswa dan pemuda. Demonstrasi bertujuan mendesak Ketua KPU Kabupaten Buru, Walid Azis, dan anggotanya, Faisal Amin Mamulati, untuk menjelaskan status hukum TPS 02 Desa Debowae yang dianggap bermasalah dalam pleno rekapitulasi di tingkat PPK Kecamatan Waelata.
Menurut Bahta Gibrihi, pengurus DPP KNPI Pusat yang ikut dalam aksi tersebut, massa aksi tidak melakukan tindakan anarkis selama demonstrasi.
“Kami hanya meminta Ketua KPU Kabupaten Buru keluar dan memberikan penjelasan terkait kotak suara TPS 02 Desa Debowae yang sudah dibawa ke kantor KPU tanpa melalui pleno di tingkat PPK Kecamatan Waelata,” ujar Bahta dalam keterangannya, Sabtu (28/12).
Masyarakat Desa Debowae sebelumnya menduga adanya kecurangan di TPS 02. Para saksi kandidat lain meminta agar kotak suara dibuka di tempat untuk memastikan transparansi. Panwas Kecamatan Waelata bahkan mengeluarkan rekomendasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk TPS tersebut, yang disaksikan langsung oleh Ketua KPU Kabupaten Buru, Walid Azis, dan Kapolres Pulau Buru, Namlea.
Baca juga:Terkait dugaan penganiayaan, Senat mahasiswa UIAD sinjai ultimatum polres dan pemda sinjai!
Namun, rekomendasi PSU itu diabaikan. Pleno dihentikan sementara, dan ketika saksi sedang beristirahat, aparat kepolisian tiba-tiba mengambil kotak suara bermasalah tersebut dan membawanya ke kantor KPU Kabupaten Buru dengan alasan “penyelamatan kotak suara.”
“Tidak ada kekacauan di lokasi, jadi mengapa kotak suara diambil tanpa pleno selesai? Ini jelas mencurigakan,” tegas Bahta.
Dugaan Kekerasan oleh Polisi
Saat aksi berlangsung, aparat kepolisian Polres Buru diduga bertindak represif. Salah satu peserta aksi, Yahya Besan, dilaporkan dipukul, ditendang, dan dipaksa masuk ke mobil polisi. Dua peserta lainnya, Fendi Waemese dan Rusli Warnangan, juga ditahan dan mengalami kekerasan fisik.
Menurut Yahya, dirinya diseret sejauh 20 meter hingga mengalami luka di kaki dan tangan. Ia mengungkapkan bahwa dirinya dipukul dalam mobil polisi.
“Rahang dan rusuk saya dipukul sampai terjatuh di bawah mobil. Saat terjatuh, mereka masih menendang saya dan meneriaki saya sebagai provokator,” ungkap Yahya.
Yahya akhirnya melarikan diri meski dalam kondisi luka parah. Setelah beberapa meter berlari, ia terjatuh dan sempat tak sadarkan diri sebelum mencari pertolongan.
“Saya lari ke warung untuk mencari air dan berlindung,” tambahnya.
Atas tindakan represif tersebut, Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Bupolo telah melaporkan kejadian ini ke Propam Mabes Polri. Mereka mendesak evaluasi terhadap Kapolres Pulau Buru yang dianggap gagal mendidik anggotanya dan meminta agar oknum polisi berinisial Barza Sapsuha dan beberapa rekannya, yang terlibat dalam kekerasan terhadap pengunjuk rasa, segera dipecat.
“Kami meminta Kapolres Pulau Buru bertanggung jawab atas tindakan represif anak buahnya. Polisi seharusnya melindungi, bukan menjadi ancaman bagi masyarakat,” tegas Tanel Lesnussa, Pengurus DPP KNPI Pusat yang turut hadir dalam aksi tersebut.
Sementara itu, Bahta dan Yahya berharap ada langkah tegas untuk menindak oknum polisi yang melanggar dan memastikan transparansi dalam pelaksanaan pemilu.
“Kami hanya ingin keadilan. Jangan sampai kecurangan pemilu merusak demokrasi dan hak masyarakat,” tutup Bahta. (tim/red).
Berita Terkait
Klarifikasi Polda NTT, Setelah Lasmini dinyatakan Gugur Saat Tes PMK di Sepolwan
Lasmini Mencari Keadilan, Ketua DPP GMPK Menantang Kapolda NTT Untuk Transparansi Ke Publik.
Bandar Narkoba Diduga Menyuap Penyidik Untuk Dibebaskan, Kobar Melakukan Demonstrasi di Depan Kapolrestabes Makassar.