INDOTIMPOST.COM | Berikut profil Wilayah Adat Soppeng Turungan, Desa Turunga Baji, Kecamatan Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai versi Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) pusat.
Dikutip dari laman resmi brwa.or.id. Nama Komunitas adalah Soppeng Turungan, Propinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Sinjai,Kecamatan Sinjai Barat, Desa Turungan Baji.
Kewilayah Adat
Luas 5.982 Ha, Satuan Kampung Soppeng Turungan
Kondisi Fisik Pegunungan, Perbukitan.
Batas Wilayah
Batas Barat, Kabupaten Gowa, Batas Selatan, Sinjai Tengah
Batas Timur, Bulupoddo dan
Batas Utara Kabupaten Gowa.
Kependudukan
Jumlah Kepala Keluarga (KK) sekitar 1158. Jumlah Laki-laki Sekitar 2545 dan Jumlah Perempuan sekitar 2338 dengan Mata Pencaharian utama warga Bertani, berkebun.
Sejarah Singkat
Sejarah singkat masyarakat adat turungan berawal dari dua suami istri yang hidup pada masa saat terjadi kekeringan panjang di daerah tersebut sehingga beberapa orang meninggal akibat tidak ada sumber air yang dapat dijadikan air minum dan beberapa orang juga mengidap penyakit, sumur, sungai dan semua sumber air yang ada mengering. Hewan ternak dan tanaman sebagai sumber pangan semuanya juga ikut mati. Kemudian pasangan suami istri tersebut mendapat mimpi, dia diperintahkan untuk menggali sumur. Berawal dari mimpi tersebut kemudian sang istri menggali tanpa menggunakan alat penggali, yang digunakan hanyalah telur yang dipecahkan untuk membasahi tanah yang kering sehingga lebih mudah ketika digali.
Setelah menggali beberapa lama akhirnya dia melihat air yang mengalir dari tanah yang digalinya. Setelah air tersebut terus mengalir kemudian datanglah orang-orang berduyun-duyun untuk meminumnya dan dipercaya bahwa itu air dapat menyembuhkan penyakit. Setelah mereka meminumnya orang sakit langsung seketika dan sejak itulah dipercaya bahwa sumber air tersebut dapat menyembuhkan penyakit.
Kata TurunganBaji dibagi menjadi dua suku kata yaitu Turungan dan Baji. Kata “turung” berasal dari bahasa konjo yang berarti turun sedangkan kata “Baji” berarti baik. Kata “Turungan” muncul karna posisi sumur berada pada dataran yang lebih rendah sehingga ketika ingin mengambil air harus turun sedangkan kata “Baji” karna air tersebut dipercaya dapat menyembuhkan penyakit sehingga dianggap baik.
Hak atas tanah dan pengelolaan Wilayah
Pembagian ruang menurut adat yakni
Hutan adat, hutan keramat, tanah adat
Sistem Penguasaan & Pengelolaan Wilayah
Kelembagaan Adat
Nama Turungan (Alliri Tatteppona Pabbanuae)
Struktur Kepemimpinan
Gella, Guru, Tomatoa, Sapotengnga, Anak karaeng.
Uragi, Sanro, Panrita tanra, Karaeng giring, Sariang
Tugas dan Fungsi Pemangku Adat
Gella = pemimpin adat tertinggi
Puang guru = membaca do’a untuk syukuran (mattolak bala)
Puang tomatoa = penasehat
Pinati = mengurusi persoalan hak kelolah lahan masyarakat adat.
Sapotengnga = menjadi penengah dalam menyelesaikan persoalan antar masyarakat adat
Puang ana’karaeng = memerintahkan dalam hal pembuatan rumah adat.
Uragi = memulai kegiatan dalam pembuatan rumah.
Panrita tandra = menhitung hari baik untuk dalam memulai kegiatan.
Karaeng giring = menjaga perbatasan wilayah adat dan hantaman dari luar.
Sariang = menyampaikan informasi serta komukasi kepada masyarakat terkait keputusan adat.
Mekanisme Pengambilan keputusan
(Musyawarah mufakat)
Hukum Adat
Aturan adat yang berkaitan dengan pengelolaan Wilayah dan Sumber daya alam. Pengelolaan lahan dilakukan pertama-tama pada saat mendekati masa tanam Gella sebagai pemangku adat melakukan musyawarah kampung yang disebut dengan “Tudang Sipulung” dalam arti bahasa indonesia duduk bersama.
Musyawarah tersebut bertujuan untuk membicarakan waktu yang baik dan menyampaikan kepada seluruh masyarakat bahwa akan dilakukan pembukaan lahan untuk bercocok tanam.
Pembukaan lahan dilakukan secara kolektif atau bersama-sama oleh masyarakat atau dalam masyarakat Turungan Baji disebut “Sibali’i” artinya bekerja bersama. Setelah proses pembukaan lahan selesai kemudia Gella membagikan wilayah kerja kepada seluruh masyarakatnya dengan menetapkan wilayah-wilayah atau batas-batasnya.
Proses penanaman dimulai setelah puang panrita tanra menentukan hari baik untuk menanam dan yang pertama kali memulai menanam adalah puang panrita tanra sendiri kemudian diikuti oleh masyarakat yang lainnya.
Aturan Adat terkait Pranata Sosial
Salah-satu contoh aturan adat ketika terjadi sebuah permasalahan dalam kampung seperti Seorang laki-laki yang membawa lari perempuan yang sudah bersuami atau dalam hal ini istri orang lain atau dalam masyarakat Turungan Baji dikenal dengan sebutan “Appangaddi” maka kedua orang tersebut (Laki-laki dan permpuan) akan diusir dari kampung atau disebut dengan di Pao’pangi Tanah”.
Contoh Keputusan dari penerapan Hukum Adat
Dimusyawarakan terlebih dahulu dengan menghadirikan Gella, Puang To’matoa dan pemangku adat lainnya. lalu yang melanggar dipanggil untuk di musyawarahkan dan jika bersalah maka akan diberikan hukuman oleh Gella atas kesepakatan pemangku adat lainnya.
Keanekaragaman Hayati dan Jenis Ekosistem
Sumber Pangan. Padi, ubi kayu, talas, jagung, ubi jalar.
Sumber Kesehatan & Kecantikan Papan dan Bahan Infrastruktur – Kayu, bambu, pinang, kelapa, aren.
Sumber Sandang – Sumber Rempah-rempah & Bumbu Kunyit, merica, lengkuas, jahe, tomat, cabe, pete, kemiri, serai.
Sumber Pendapatan Ekonomi – padi, gula aren, cengkeh, kakao, madu.
Kebijakan yang ada
1. PERDA Kabupaten Sinjai Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat.
2. SK Bupati Sinjai Nomor 427 Tahun 2023 tentang Pembentukan Panitia Masayarakat Hukum Adat (MHA).
Sumber : Brwa.or.id dan Masayarakat Turungan Baji
Berita Terkait
Aktivis Angkatan Muda Muhammadiyah Angkat Bicara Soal Kasus Mafia BBM dan Polemik Pemecatan Rudi Soik
Ketua PBHI Sulawesi Selatan bertemu dengan Komisi III DPR RI
Kanit Binmas Polsek Gedangan Beri Pembekalan Bahaya Narkoba dan Bullying di MI Terpadu Nurul Iman